Senin, 25 Februari 2013

Legenda Gua Kiskendo




 JellyMuffin.com - The place for profile layouts, flash generators, glitter graphics, backgrounds and codes

 Gua Kiskendo terletak di Dusun Gua, Desa Trayu, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Di masyartakat sekitar terdapat cerita Legenda yang masih populer hingga saat ini. Legenda itu mengisahkan dua prajurit yang akan menggagalkan perkawinan Maesasura dengan Dewi Tara yang berada di Kahyangan.

Tersebutlah Maesasura, sang Raja Sapi yang hendak melamar bidadari bernama Dewi Tara yang berparas cantik jelita yang ada di Kahyangan. Bersama dua patihnya yaiut Jatasura dan Lembusura, memaksa agar bisa membawa Dewi Tara untuk dijadikan permaisurinya. Bathara Guru yang mendengar kabar tersebut segera memerintahkan Bathara Sambu untuk memnghalangi niat Maesasura yang baru sampai di Gua Kiskendo. Bataha Guru juga memerintahkan dua kesatria berwujud kera, yaitu Subali dan Sugriwa untuk menghadang Maesasura. Bathara Guru yakin dua kesatria inilah yang dapat mengalahkan Maesasura. Bathara Guru juga berjanji, siapa yang dapat membawa Dewi Tara kembali, dialah yang berhak mempersuntingnya.

 Maka dengan penuh semangat dan harapan, berangkatlah Subali dan Sugriwa ke Gua Kiskendo. Sesampainya di mulut Gua, Subali masuk lebih dulu ke dalam gua sambil berjanji meniggalkan pesan kepada Sugriwa yang menuggui di luar gua, pesannya kalau nanti ada darah merah mengalir ke luar lewat mulut gua, berarti dia berhasil mengalahkan Maesasura. Dan seandainya yang mengnalir keluar gua itu darah berwarna putih, maka sebenarnya Subali telah mati. Sampailah Subali di dalam gua, di sana Subali menjumpai Maesasura, Jatasura, dan Lembusura. Pertempuran hebat pun terjadi. Singkat cerita, Subali dapat mengalahkan ketiga-tiganya dengan tubuh hancur lebur luluh lantak sehiungga menimbulkan air sungai yang mengalir keluar gua berwarna merah bercampur dengan otak yang hancur.

 Melihat darah yang mengalir berwarna putih dan merah, Sugriwa pun mengnira Subali telah tewas melawan Maesasura. Sugriwa pun kemudian bergegas menutup rapat-rapat pintu gua dengan batu besar untuk kemudian ia menghadap Bathara Guru. Subali mneyangka perbuatan yanng dilakkukan Sugriwa adalah strategi untuk dapat menyunting Dewi Tara. Keduanya akhirnya terjadi perselisihan dan pertengkaran hebat akibat kesalahpahaman tadi. Sugriwa ternyata tidak dapat menggungguli Subali yang lebih sakti, akhirnya Subalilah yang dapat menyuntung Dewi Tara. Subali pun menjadi raja kera di Gua Kiskendo.   

Jumat, 08 Februari 2013

Legenda Jaka Tarub


Kisah Jaka Tarub sudah melegenda di masyarakat seluruh Indonesia. Cerita ini mengisahkan seorang pemuda ganteng bernama Jaka Tarub yang mencari selendang bidadari yanng sedang mandi di sebuah telaga. Bidadari ini kebingungan mencari selendangnya dan tidak bisa kembali ke kahyangan akhirnya bersedia dinikahi pemuda ini. Kisah selanjutnya Jaka Tarub : klik baca selengkapnya di bawah ini..............

Kamis, 20 September 2012

SIRUP KEMAR KHAS DIENG



Gurih-gurih Nyoi harga terjangkau dijamin pasti ketagihan

Sabtu, 08 September 2012

Indahnya Desa di Bukit Dieng

 
photo 
Jika Anda pergi ke Dieng jangan berhenti melangkahkan kaki ketika sudah berkeliling candi, kawah, dan Telagawarna. Lanjutkan perjalanan ke desa Sembungan, Kecamatan Kejajar,Wonosobo.Desa Sembungan merupakan perkampungan yang letaknya tertinggi di tanah Jawa dengan ketinggian mencapai 2.400 mdpl. Jumlah penduduknya sekitar 1.400 jiwa, desa yang terkungkung bukitan tersebut bersembunyi di barat pusat Dieng. 

Pada pagi hari Desa Sembungan menawarkan keindahan matahari terbit dari puncak bukit Sikunir. Sunrais istimewa yang berhias empat gunung cukup mendominasi yakni, gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung Merbabu, dan gunung Merapi di kiri. Pemandangan danau Si Cebong dari atas bukit pun tak kalah menawan. Perjalanan menuruni bukit Sikunir sama menariknya. Cuaca cerah pagi hari tak kan menghalangi pandangan mata hingga ke lembah terendah. Danau Sicebong menjadi daya tarik tersendiri dengan riak airnya yang khas dan jarang ditemukan di tempat lain.
Gunung Slamet yang menjulang di awan menemani matahari yang beringsut meninggalkan kemilau kuning jingga senja.

Minggu, 27 Mei 2012

Panorama Kawasan Candi Cetho


Candi Cetho berada di kawasan Gunung Lawu, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Lokasinya bisa diakses dari Kota Solo kurang lebih 45 kilo meteer ke arah timur. Cnadi ini berada pada ketinggian 1.470 meter dpl, dan hanya bisa dicapai melalui jalan aspal sempit, menanjak curam, dan berkelok-kelok. Kesejukan udara pegunungan dan keindahyan panorama alam akan menjadi teman setia menjelajahi kompleks candi hindu. Baru lepas pukul 14.00 pada ketinggian Candi Cetho kabut sudah turun begitu pekat sehinga para pengendara kendaraan harus memperlambat kecepatan.

Komplek Candi Cetho dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Brawijaya V, itu dibuktikan dengan adanya susunan batu pada salah satu terasnya yang berisi pahatan berbentuk matahari yang menggambarkan Surya Majapahit lambang Kerajaan Majapahit. Candi ini kali pertama ditemukan sebagai reruntuhan batu dengan 14 teras berundak. Namun sekarang hanya tertinggal 13 teras, sembilan diantaranya telah dipugar. Candi Cetho masih dipergunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat beribadah agama Hindu.

Cerita dari Sembilan Trap 




Candi Cetho memiliki struktur bangunan yang unik yang tediri dari sembilan trap (tingkatan) yanng berbentuk memanjang ke belakang, mirip dengan tempat pemujaan pada masa purba,yaitu punden mberundak. Pada tiap trap terdapat gapura yang hampir  semua mirip bentuknya.

Pada Trap Pertama, terdapat halaman depan candi. Pada Trap Kedua, para wisatawan akan mendapatkan  petilasan Ki Ageng Krincingwesi yang konon merupakan leluhur masyarakat Cetho.Pada Trap ketiga, tedapat susunan relief yang memanjang di atas tanah yang meggambarkan nafsu badaniah manusia (nafsu hewani) berbentuk phallus (alat kelamin laki-lakidengan panjang lebih dari 2 meter dan diapit dua buah lambang kerajaan Majapahit (Suya Majapahit). Pada trap selanjutnya, wisatawan dapat melihat relief pendek yang merupakan cuplikan kisah Sudamala, yaitu kisah tentang usaha manusia untuk melepaskan diri dari malapetaka. Kemudian pada dua trap di atasnya teredapat pendapa-pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Padaa trap ketujuh terdapat dua buah arca, yakni arca Sabdopalon dan Noyogenggong, dua abdi kinasih dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya, Raja Majapahit.

Pada Trap kedelapan, terdapat arca phallus (Kuntobimo) dan arca Sang Prabu Brawijaya yang digambarkan sebagai "maha dewa".
 Acra Pallus melambangkan ucapan syukur atas kesuburan yang melilmpah di bumi Cetho, dan sebuah pengharapan kepada Tuhan agar kesuburan yanng dilimpahklan itu tak akan terputus selamanya.
arca Prabu Brawijaaya melambangkan tauladan masyarakat terhadap kepemimpinan sang raja sebagai pemimpin yang berbudi luhur. Kemudian pada trap yang terakhir (ke-9), adalah merupakan trap utama sebagai tempat pemanjatan doa kepada pennguasa semesta. Trap terakhir ini berbentuk kubus, berukuran 1,50 meter persegi. 








 Lokasi ini oleh masyarakat Hindu masih digunakan untuk melaksanakan ibadah persembahan  kepada Sang Yang Widhi.  Berdoa dan melakukan penyepian.


Kamis, 22 Maret 2012

Legenda Dewa Ruci



Ketika Bratasena mendapat perintah dari guru Drona yang hampir pasti tidak ada yang bisa dilaksanakan oleh siapa pun, ia tetap saja tampak tenang dan cercaya diri. melaksanakan perintah itu.  Bratasena diperintahkan supaya mencari kayu gung susuhing angin dan mencari Tirta Pawitrasari (air penmghidupan) yang ada di tengah hutan dan di tengah samudera. luas "gung liwang-liwung gawat kaliwat-liwat jalmo moro jalmo mati" Perintah ini sebenarnya hanya untuk menjebak sang Bratasena supaya sirna patilaya karena perintah itu mustahil ada dan mustahil keberadaannya. Namun perintah itu oleh Bratasena tetap dilaksanakan dengan  penuh tanggung jawab, penuh ketenanagan, penuh kesabaran dan tekat yang bulat, itu karena demi perintah  dan menghormati guru spiritualnya. Oleh karena itu bergegaslah Bratasena berangkat masuk keluar hutan, dan mengarungi samudera luas.
Dalam misi itu, Bratasena dapat berhasil menyingkirkan segala rintangan baik yang ada di dalam hutan maupun di tengah samudera, apaun segala aral melintang "rawe-rawe rantas, malang-malang putung" Apa yang ditemui Bratasena dengan susah payah berhasil disingkirkan dan berhasillah Bratasena mengarungi samudera luas. Akhirnya tak terduga bertemulah  Bratasena dengan Sang Hyang Suci Dewa Ruci. Disanalah ia mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam hidupnya, dan bukan kematiannya seperti yang harapkan oleh betara Drona tetapi justru ilmu tingkat tinggi yang didapatnya,   http://ajisatyadayukumarajati.blogspot.com

Minggu, 26 Februari 2012

Legenda Pangeran Si Kidang


Ratu Dewi Sinta yang cantik jelita adalah penghuni istana besar di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Kecantikan Sang Ratu membutat Pangeran Kidang  Garungan, seorang manusia berkepala Kijang, jatuh cinta padanya. Pangeran pun melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Sang Ratu yang tak berkehendak hati  dipinangnya senantiasa mencari cara untuk menolak secara halus pinangan Sang Pangeran. Akhirnya Sang Ratu yang cantik jelita menemukan akal supaya Sang Pangeran menggagalkan niatnya meminang Sang Ratu, maka diperintahkanlah Sang Pangeran untuk membuatkan sebuah sumur yang besar dam dalam.

Pangeran Kidang Garungan yang sudah terlanjur cinta matia-matian dengan Sang Ratu, dengan senang hati dan penuh semangat menuruti permintaan Sang Ratu dengan menggali sumur perminytaannya. Singkat cerita, ketika sumur hampir selesai dibuatnya, Ratu Sinta Dewi dan para pengawalnya merasa cemas, sebab apa bila sumur dapat berhasil  diselesaikan,  Sang Pangeran berhasil pula meminang Sang Ratu. Kemudian Sang Ratu dan para pengawalnya bergegas menimbun sumur tersebut dengan batu dan tanah sampai rata dengan permukaan tanah. Sang Pangeran yang berada di dalam sumur pun tertimbun. Dengan segala kesaktiannya Sang Pangeran berusaha keluar dari titmbunan, namun gagal. Sang Pangeran pun marah, dengan geramnya Sang Pangeran mengutuk Sang Ratu Sinta Dewi sampai keturunannya kelak akan berambut gimbal. Timbunan sumur itu pun kini menjilma menjadi Kawah Si Kidang.

LEGENDA RAMBUT GIMBAL

Sebuah legenda yang berkembang sampai saat ini di kawasan Dataran Tinggi Dieng sejak ratusan tahun yang lalu, kisah masyarakat berambut gimbal yang misterius serta pesona indahnya Kawah Si Kidang menjadi  salah satu obyek wisata di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, setiap tahun selalu diadakan upacara ruwatan pemotongan rambut gimbal yang dikemas dengan ruwatan spiritual agar hadup di masa datang akan lebih baik dan penuh barokah. Rambut gimbal tumbuh alami pada anak-anak di dataran tinggi Dieng. Ruwatan gimbal sudah berlangsung sejak masa Kyai Kolodete dan Nini Roro Ronce yang diyakini sebagai leluhur tanah Dieng. Anak-anak gimbal  hingga kini masih doitemukan di tanah Dieng, tanah yang diyakinin sebagai negerim Dewa, karena letaknya yang seolah di atas awan dengan  ketinggian di atas 2.350 mdpl.


Jumat, 30 Desember 2011

RITUAL RAMBUT GIMBAL di KOMPLEK CANDI DIENG




Sejarah telah mencatan bahwa pertama kali yang menemukan komplek Candi Dieng adalah seorang tentara Inggis pada tahun 1814 dimana pada saat itu candi-candi itu terendam oleh air rawa kemudian dalam perkembangan zaman dan perkemmbangan IPTEK, hingga kini terlihat komplek candi-candi tersebut yang dapat dinikmati keindahan dan keberadaannya. Luas komplek candi Dieng sekitar 1.8-0,8 km yang terbagi menjadi 3 kelompk candi yaitu komplek Candi Arjuna, kelompok Candi Gatutkaca,  dan kelompok Candi Dwarawati.

Ritual Potong Rambut Gimbal
Di komplek candi Arjuna para wisatawan akan menyaksikan ritual cukuran anak rambut gimbal yang tumbuh di kepala anak-anak. Rambut ini dicukur karena diyakini membawa suker dan sial dalam hidupnya dimasa datang, makanya harus dibuang




Disamping 3 kelompok candi tersebut, ada beberapa candi yang berdiri sendiri yaitu:

1. Candi Bima 
























2. Candi Dwarawati



Candi Dwarawati Dieng perlu dirawat (foto:pyt/BNC)


3. Candi Gatutkaca




  4. Candi Ontorejo


Photobucket

  1. Candi Nakula











Rabu, 28 Desember 2011

Kawah Sikidang


Telaga Simenjer



http://btiktiara.wordpress.com

Kaewah Sileri

Kawah Candradimuka

Kawah Candradimuka merupakan nama kawah dari cerita pewayangan mahabharata dalam kisah Gatotkaca Lahir. Kawah candradimuka letaknya di atas gunung dan sangat panas, yang digunakan untuk tempat penggemblengan kanuragan Gatotkaca muda (Tetuko). Kawah Candradimuka berbentuk memanjang  dan mengikuti aliran sungai. Kawah ini berasal dari sesar yang mengeluarkan uap panas, air panas, belerang dan lumpur. Aktivitas pemanasan berasal dari hidrotermal sisa gunung Jimat. Candradimuka merupakan nama kawah dari cerita pewayangan mahabharata dalam kisah Gatotkaca Lahir, yang kelak akan digunakan untuk  gemblengan fisik Raden Gatotkaca muda.

Kawah Candradimuka berbentuk memanjang  dan mengikuti aliran sungai. Kawah ini berasal dari sesar yang mengeluarkan uap panas, air panas, belerang dan lumpur. Aktivitas pemanasan berasal dari hidrotermal sisa gunung Jimat yang diperkirakan tidak aktif lagi ketika jaman kuarter ten


Kawah Candradimuka menurut cerita pewayangan yang diyakini oleh masyarakat setempat adalah sebuah kawah yang digunakan untuk "menggodog" jabang bayi Tetuko atau yang dikenal dengan nama Gatutkaca,  untuk menambah kesaktian, san kekuatan fisik Raden Gatutkaca. dari dalam kawah tercium bau belerang yang menyengat, masyarakat setempat meyakini bahwa kawah Candradimuka bisa menyembuhkan suatu penyakit terutama penyakit kulit.

Rabu, 21 Desember 2011

Sumur Jalatunda

 Sumur Jalatunda, sumur terbesar se Indonesia.. bahkan mungkin sedunia. Menurut kami lebih cocok disebut kawah melihat bentuk dan lebarnya.

Konon menurut cerita tukang ojek yang menjadi pemandu kami, barang siapa yang mampu melempar batu ke tengahnya, maka permintaanya akan dikabulkan..  
Dari pasar Batur perjalanan ke arah timur melewati tanjakan yang tajam dan berkelok-kelok sampailah di Sumur Jalatunda Gunung Dieng. Sebuah sumur yang konon kabarnya menjadi tempat Antareja, Antaboga, Antasena, dan Nyai Dewi Kuntki bertafakur. Pada bulan Haji dan bulan Suro tempat ini menjadi jujugan para pelaku ritual untuk memperoleh hidayah supaya hajatnya terkabul. 

Sumur Jalatunda yang letaknya paling utara dara wilayah kabupaten Banjarnegara ini menurut sejarah kuno berasal dari sebuah ledakkan dahsyat dari bumi berabad-abad yang lalu dan membentuk areal cekungan yang sangat luas, kedalamanya mencapai 750 meter lebih. Di sini para pengunjung yang datang akan melempar koin kuning, apa bila koin bisa melewati Sumur Jalatunda, maka apa yang menjadi cita-cita hajatnya akan terkabul. Namun, sejak 1990 pemerintah setempat melarang melempar koin dengan alasan yang tidak jelas, dan diganti dengan kerikil yang jumlahnya 3 buah. Tiga buah kerikil ini melambangkan Antasena, Antareja, dan Antaboga yang bersemayam di dalamnya.

Dieng Indah



   
Dataran tinggi Dieng merupakan aset yang sangat berharga bagi masyarakat Banjarnegara. Di kawasan ini terdapat komplek candi peninggalan peradaban Hindu abad ke-7 M. Hawa sejuk di kawasan ini menambah nyamannya para wisatawan menikmati indahnya Bukit Dieng. Indah sekali rasanya sedang berada di atas langit.

Menelusuri Indahnya Pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah seakan berada di sorga loka, selain indah tempat ini sangat cocok untuk mengheningkan cipta mencari inspirasi dan menenangkan jiwa. Keindahan yang tiada tara, tiada duanya di dunia. Tempat ini juga merupakan tempat tetirah yang tepat bagi orang-orang yang ingin mencari ketenangan dan ketentraman jiwa. Bahkan dalam pemahaman Hindiu Jawa, Dieng diyakini tempat suci bersemayamnya para dewa.

Menuju dataran tinggi Dieng bisa arah alternatif Pekalongan (sisi utara)-Kalibening-Batur-Wonosobo, jalan beraspal menanjak dan berkelok cukup mengasyikkan, medannya memang cukup berat, kanan kiri jurang  apalagi ketika turun hujan jalan tambah licin, sekali tergelincir bisa masuk jurang terhimpit hutan pinus dan karet. Jika ingin menikmati indahnya Dataran Tinggi Dieng, sebaiknya mempersiapkan fisik dan kendaraan agar siap jalan sehingga dapat menikmati dengan rasa nyaman menapki jalan tanjakan yang rata-rata kemiringannya bisa mencapi 60 derajat.